Jakarta,Sumbawanews.com – Upaya melegalkan calon tunggal di pemilihan presiden dinilai akan merusak demokrasi. Hal itu bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, pencalonan presiden tunggal ide yang tak masuk akal dan tidak bisa diterima akal sehat.
“Undang-undang sendiri melarang itu, kecuali mereka ngarang-ngarang,” kata Margarito Saat dihubungi melalui Telp Seluler Minggu (11/3/2018).
Margarito tak memungkiri fenomena calon tunggal terjadi, tapi dia yakin hal itu tak sehat untuk sistem politik di Indonesia. Masih banyak figur yang layak untuk diusung menjadi calon pemimpin.
“Mestinya tidak boleh. Bagaimana bisa manusia diadu dengan kotak kosong. Kan gila itu. Jadi enggak ada dasarnya,” ujarnya.
Fenomena calon tunggal sempat muncul pada pilkada serentak 2015. Setelah tahapan pendaftaran ditutup, ada Beberapa daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon.
Wilayah itu adalah Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Tambrauw (lampung), Kabupaten Pati (Papua Barat), Jawa Tengah, Landak, Kalimantan Barat dan Kota Sorong Papua dan Kabupaten Paluta.
Sama Halnya dengan Pernyataan Pakar Pidana Pencucian Uang Yenty Garnasih mengatakan, Saat ini Pilkada saja sudah banyak Mahar Politik, apalagi Pilpres, dan bagaimana jika nantibKandidatnya hanya satu.
“Jadi kerawanan akan perampasan Keuangan negara, semakin di khawatirkan, jika Kandidatnya hanya satu” Ucap Mantan Anggota Pansel KPK ini.
Oleh karena itu, Yenti Garnasih meminta PPATK, KPK, Bawaslu dan pengawas lainnya untuk benar-benar memelototi jalannya Pilkada 2018, Pemilu 2019 dan Pilpres mendatang.
“Karena kalau dana untuk politik di pemilu didapat dari korupsi dan narkoba, maka ini terjadi pencucian uang,” tegasnya.
Diketahui, capres tunggal memugkinkan karena UU No. 7 tahun 2017 pasal 222 berbunyi: “Partai politik yang dapat mencalonkan capres/cawapres hanya merupakan parpol peserta pemilu sebelumnya”. Artinya, partai-partai baru tidak bisa ajukan calon.(Es)