Jakarta, sumbawanews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia menetapkan status tersangka kepada 10 orang dalam dugaan Tindak pidana korupsi berupa suap Terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Diantara tersangka, terdapat seorang Hakim Agung dan Hakim Yudisial, beserta 4 PNS di Mahkamah Agung.
“Menindaklanjuti pengaduan dan laporan masyarakat, KPK menerima informasi dugaan adanya penyerahan sejumlah uang kepada hakim atau yang mewakilinya terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung,” kata Firli Bahuri, Ketua KPK, Didampingi Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dan Ipi Maryati, Plt Juru Bicara, dalam konfrensi pers di Gedung Merah-Putih, KPK, Jakarta, Jum’at (23/09).
Disebutkan, Pada kegiatan tangkap tangan, tim KPK telah mengamankan 8 orang pada Rabu (19/09) jam 15.30 WIB, di wilayah Jakarta dan di Semarang, sebanyak 8 orang. Yakni NA, EL, AB, DY, MH, sebagai PNS pada Kepaniteraan MA. Kemudian EW sebagai Panitera Mahkamah Agung serta ES dan YP sebagai pengacara.
Dibeberkan, Rabu (21/09) sekitar pukul 16.00 wib, tim KPK berdasarkan informasi bahwa telah terjadi penyerahan uang tersebut dalam bentuk tunai dari saudara ES kepada DY sebagai refresentasi SD di salah satu hotel di Bekasi. Selang beberapa waktu, Kamis sekitar pukul 00.00 dini hari, tim KPK mengamankan DY di rumahnya beserta uang tunai sejumlah 205.000 dolar Singapura.
Secara terpisah, tim KPK langsung mencari dan mengamankan YP dan ES yang berada di Semarang, Jawa Tengah, guna dilakukan permintaan keterangan. Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta, untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di gedung Merah-Putih, KPK. Selain itu, AB juga hadir ke gedung Merah-Putih, KPK dan menyerahkan uang tunai sebesar Rp 50 juta.
“Dari pengumpulan berbagai informasi disertai bahan keterangan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK kemudian melakukan penyelidikan sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Kemudian status perkara ditingkatkan ke Penyidikan,” ucap Firli.
Dilanjutkannya, Berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti yang cukup maka penyidik menetapkan 10 orang tersangka. Yakni SD sebagaiHakim Agung Mahkamah Agung. ETP sebagaiHakim Yudisial/Panitera Pengganti MA. MH, DY, sebaga PNS pada kepaniteraan MA. AB, RD sebagai PNS Mahakamah Agung. Kemudian ES, YP, sebagai pengacara serta EDKS dan HT sebagai swasta/debitur koperasi simpan-pinjam (KSP) ED.
Tim KPK telah melakukan penahanan terhadap 6 orang selama kurang 20 hari pertama terhitung sejak 23 September hingga 12 Oktober 2022. Yakni DY, ETP di Rutan KPK Gedung Merah-Putih. ES, YP, MH, di Rutan Polres Jakarta Pusat. Dan AB, di Rutan Polres Jakarta Timur.
“KPK menghimbau dan memerintahkan berdasarkan Undang-undang terhadap semua pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka agar kooperatif dan hadir. Yakni SD, RD, EDKS dan HT,” tegas dia.
Dijelaskan, Konstruksi perkara Diawali adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait kegiatan koperasi simpan-pinjam ED di pengadilan negeri Semarang yang diajukan HT dan EDKS yang diwakili melalui kuasa hukumnya YP dan ES. Saat proses persidangan ditingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, HT dan ES belum puas dengan putusan, sehingga melanjutkan upaya hukum ke tingkat kasasi. Dan Tahun 2022 dilakukan pengajuan kasasi oleh HT dan EDKS dan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukum.
“Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pihak di MA yang dinilai mampu menjadi fasilitator dengan hakim MA yang bisa mengkondisikan putusan sesuai keinginan YP dan ES,” beber Firli.
Dikatakan, pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan ES, yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. DY selanjutnya mengajak MH dan ETP untuk ikut menjadi penghubung penyerahan uang ke Majelis Hakim.
“DY dkk, diduga sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di MA, untuk menerima uang di MA. Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES kepada majelis hakim berasal dari HT dan EDKS,” jelasnya.
Dijelaskan, Uang yang diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah 202.000 dolar singapura, atau setara dengan Rp 2,2 milliar. Kemudian oleh DY dibagi sebagai bagian DY sekitar Rp 250 juta, MH sekitar Rp 850 juta, ETP sekitar Rp 150 juta, dan SD sekitar Rp 800 juta. Yang penerimaannya melalui ETP.
“Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan oleh YP dan ES selalu kuasa hukum, yakni untuk mengabulkan menguatkan putusan kasasi yang sebelumnya yang menyatakan KSP ED pailit,” ucapnya.
KPK Dalami Dugaan Suap Kasus Lain
Dijelaskan, Ketika KPK melakukan tangkap tangan, dari DY ditrmukan dan diamankan uang sebanyak 205.000 dolar singapura, dan adanya penyerahan uang dari AB sebanyak Rp 50 juta. “KPK menduga DY dkk, juga menerima pemberian lain dari puhak-pihak yang berperkara di MA. Dan tentunya hal ini akan terus ditindaklanjuti oleh oenyidik KPK,” tegas dia.
Terhadap HT, YP, ES, dan EDKS sebagai tersangka pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) hutuf a atau huruf b, atau pasal 13, atau pasal 6 huruf c Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dan terhadap SD, DS, ETP, MH, RD, dan AB sebagai tersangka penerima, disangkakan melanggar pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau b, juncto pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Using)