Home Berita Kebijakan Pimpinan UNS kembali Menjadi Sorotan, Isharyanto: Bermasalah Secara Hukum

Kebijakan Pimpinan UNS kembali Menjadi Sorotan, Isharyanto: Bermasalah Secara Hukum

Berdasarkan Surat Nomor 1944/UN27/KP/2023 yang ditujukan kepada Dekan dan ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Rektor Umum dan Sumber Daya Manusia, nampaknya akan dilakukan perombakan Kepala Program Studi dan Kepala Bagian.

Jakarta, Sumbawanews.com.- Kebijakan pimpinan Universitas Sebelas Maret (UNS) kembali menjadi sorotan. Berdasarkan Surat Nomor 1944/UN27/KP/2023 yang ditujukan kepada Dekan dan ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Rektor Umum dan Sumber Daya Manusia, nampaknya akan dilakukan perombakan Kepala Program Studi dan Kepala Bagian.

Menurut surat tersebut alasan perombakan itu adalah berkenaan masa jabatan Kepala Program Studi dan Kepala Bagian yang akan segera berakhir. Dekan diminta mengajukan calon dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Rektor Nomor 7/2019.

Baca juga: Masuk Kedokteran di UNS 1 Miliar, Kemana Uangnya?

Baca juga: Imbas Kasus BTS, Muslim Arbi: Perang Bubat Nasdem akan Bongkar Kebusukan Koalisi Pemerintah

Opini publik pun berkembang. Bahkan beberapa dosen secara informal menyatakan ketidaksediaan manakala akan dicalonkan untuk posisi tersebut.

“Secara legal memang bisa menimbulkan potensi persoalan. Banyak yang menhubungkan rencana perombakan ini dengan Keputusan perpanjangan masa jabatan Rektor yang tidak dikenal dalam kaidah PP Nomor 56/2020 tentang PTNBH UNS. Perpanjangan itu tidak lepas dari keluarnya kebijakan kontroversial Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 24/2023 beberapa waktu lalu,” demikian disampaikan oleh Staf Ahli Hukum Majelis Wali Amanat (MWA) UNS, Dr. Isharyanto Kepada Sumbawanews.com, Senin (22/5/2023).

Baca juga: DPR RI Akan Panggil Mendikbudristek Buntut Gagalnya Pelantikan Rektor UNS

Baca juga: Ijazah Mahasiswa UNS yang Ditandatangani Perpanjangan Rektor Jamal Tidak Sah, DPR Akan Bentuk Tim Investigasi

“Secara hukum, dengan merujuk kepada ketentuan Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, perpanjangan jabatan Rektor tersebut merupakan mandat dari kementerian. Dalam pasal tersebut ditegaskan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran,” demikian disampaikan oleh Isharyanto, yang juga dosen hukum tata negara dan ilmu perundang-undangan.

baca juga: Viral Indikasi Nama-Nama Terlibat Korupsi BTS, Muslim Arbi: Kejaksaan Agung Harus Panggil Hasto Hingga Suami Puan

Paling aman, sebetulnya ketika menerima mandat itu, maka organisasi di bawah Rektor dalam kondisi “status quo”, hingga dilantik Rektor definitif. Namun, yang terjadi sejak 11 April 2023, tak kurang 16 jabatan, termasuk Wakil Rektor dan Wakil Dekan dirombak, ada yang diberhentikan, dan ada yang ditunjuk personalia baru dengan status sebagai Plt.

Problem berikutnya terkait dengan Surat Nomor 1944/UN27/KP/2023 tersebut. Di dalam surat itu tidak ditunjukkan dasar kewenangan mengeluarkan substansi kebijakan tersebut. Ditandatangani oleh seorang pejabat dengan status Plt.

Baca juga: Selain Johnny Plate, Ini Dia Para Tersangka Korupsi BTS Kominfo

Merujuk Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/SE/I/2021 tanggal 14 Januari 2021 terdapat dua hal pengaturan. Pertama, Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian. Kedua, Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan danlatau tindakan pada aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.

Baca juga: Ada Kekuatan Besar, Miris! Undangan Tersebar, Rektor Terpilih UNS Gagal Dilantik

Surat itu bersifat direktif dan masuk kategori sebagai keputusan pemerintahan.

Dalam kasus pengisian jabatan Kepala Program Studi dan Kepala Bagian ini, terdapat potensi masalah hukum dalam dua aspek, yaitu dasar hukum dan prosedur.

“Dasar hukum yang ditunjuk adalah Peraturan Rektor Nomor 7 Tahun 2019. Ini bicara tentang penetapan dan pengangkatan wakil rektor, dekan, wakil rektor dan direktur, wakil direktur, ketua lembaga, sekretaris lembaga, kepala unit pelaksana teknis, ketua jurusan, sekretaris jurusan, kepala program studi, kepala laboratorium/bagian/bengkel/studio, dan kepala pusat di UNS. Nah, Peraturan Rektor itu, jika menyimak judul adalah sebutan untuk organ di bawah Rektor, yang menurut Pasal 37 huruf d PP Nomor 56/2020 adalah wewenang Rektor,” ujar Isharyanto.

Baca juga: KPK Harap Tangkap Tangan Rektor Unila Tidak Terjadi di UNS

Dikatakan lebih lanjut, suasana kebatinan peraturan itu adalah BLU karena berpedoman kepada Permendikbud Nomor 73/2017 tentang OTK UNS, yang sudah dicabut menurut Pasal 101 PP Nomor 56/2020. Dengan demikian, maka Peraturan Rektor Nomor 7/2019 itu tidak lagi berlaku dan tidak dapat dijadikan dasar hukum pengisian jabatan.

Seharusnya yang dipakai adalah Peraturan Rektor Nomor 64/2020 tentang OTK di bawah Rektor, dengan syarat (i) dilakukan penyesuaian melalui Perubahan oleh rektor (sah dan definitif) dan (ii) diberitahukan dan diberikan persetujuan oleh MWA sebagai dasar pengendalian kebijakan nonakademik sesuai Pasal 25 ayat (2) huruf g PP 56/2020.

Baca juga: Inilah Bukti Anak Wamendagri John Wempi Wetipo Bersama Veronica Jennifer

Dalam Pasal 217 Peraturan Rektor Nomor 64/2020 ada perintah untuk melaksanakan penyesuaian OTK dalam waktu maksimal 3 (tiga) bulan sesudah aturan ini ditetapkan. Sepanjang informasi yang tersedia, Peraturan Rektor untuk penyesuaian OTK baru ini belum ada. Juga hingga dibekukan, belum pernah ada ajuan rancangan OTK kepada MWA.

Jika aspek pengangkatan dan pemberhentian masih menimbulkan keragu-raguan, maka tentu berpotensi khawatir juga dalam aspek keuangan. Jika pejabat diangkat dengan dasar hukum yang keliru, manakala diberikan tunjangan atau sebutan lain, bukankan akan menimbulkan persoalan?

Baca juga: Hasil Visum Habib Bahar Kelar, Ini yang akan Dilakukan Polisi

“Kita berharap pimpinan universitas memperhatikan betul kaidah-kaidah peraturan perundang-undangan tersebut. Kepastian hukum harus dihormati. Silakan dibaca dalam Putusan MA RI No. 505 K/TUN/2012 dan Putusan MA RI No. 99/PK/2010, yang makna bahwa asas kepastian hukum menghendaki agar Badan atau Pejabat TUN, dalam mengeluarkan KTUN, wajib mengutamakan landasan hukum yang didasari oleh kepatutan dan keadilan. Hal ini sesuai dengan makna asas kepastian hukum yang dimaksud oleh UU PTUN 2004, UU Anti KKN 1999, UU ASN 2014, UU Pemda 2014, serta doktrin,” papar Isharyanto.

Baca juga: Aktivis Desak KPK Percepat Penanganan Dugaan Kasus Korupsi di UNS

“Sebuah keputusan harus pula menekankan pada pentingnya penghormatan hak seseorang yang telah diperoleh secara benar menurut UU. Hal ini bertujuan untuk menjamin dan menjaga harkat dan martabat serta kedudukan warga negara sebagai manusia yang memiliki Hak Asasi. Pemaknaan yang demikian, selaras dengan apa yang telah diatur dalam UU PTUN 2004 jo. UU Anti KKN 1999. Kewenangan yang diberikan oleh pejabat harus dipergunakan sesuai dengan maksud diberikannya kewenangan tersebut sebagaiamana arahan UU PTUN 2004 dan UU Administrasi Pemerintahan 2014,” pungkas Isharyanto. (sn02)

Baca juga: Survey Selalu di Urutan Buncit, Anies: Kalau Percaya Kenapa Dijegal?

Previous articleViral Indikasi Nama-Nama Terlibat Korupsi BTS, Muslim Arbi: Kejaksaan Agung Harus Panggil Hasto Hingga Suami Puan
Next articleBakamla RI Evakuasi Korban Kecelakaan Perahu Alami Kebocoran di Perairan Teluk Kendari
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.