Jambi, Sumbawanews.com.- Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) pada 2018 menemukan 4 kasus gizi buruk pada anak rentang usia 0 – 23 bulan yang disebabkan oleh konsumsi susu kental manis sejak bayi di Batam, Kendari dan Sulawesi Selatan. Satu orang diantaranya meninggal pada usia 10 bulan. Diketahui, orang tua memberikan susu kental manis untuk anak karena beranggapan produk tersebut adalah susu yang dapat memenuhi gizi anak, harga yang ekonomis dan kemasan iklan yang menampilkan susu kental manis sebagai minuman susu.
Menindaklanjuti temuan tersebut, berbagai upaya dilakukan YAICI dalam rangka pencegahan kesalahan merubah persepsi salah di masyarakat tentang susu kental manis. Diantara yang telah dilakukan adalah bermitra dengan banyak pihak, salah satunya adalah PP Aisyiyah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
Di Jambi, Edukasi Gizi bagi Ibu untuk menyikapi Iklan Pangan Menyesatkan dalam Upaya Melindungi & Mewujudkan Generasi Sehat menghadirkan narasumber dari Kepala Balai Besar POM provinsi Jambi, Drs. Antoni Asdi. M.Pharm, M.Kes Kasie Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinkes Provinsi Jambi H. Helfiyan Amnun SST, Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, SE. MM, dan Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra. Chairunissa M.Kes.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat di Jambi, Selasa (17/12/2019), mengatakan, pihaknya telah melakukan survei di sejumlah kota di Indonesia dengan temuan bahwa sebagian besar persepsi masyarakat dan keputusan-keputusan orang tua memberi asupan gizi untuk anak akibat iklan produk pangan di televisi.
“Televisi adalah media konsumsi yang sudah jamak di masyarakat kita, maka tidak heran apa yang disajikan melalui televisi lebih mudah masuk ke masyarakat, termasuk iklan,” kata Arif.
Maka kata dia, meskipun durasinya pendek, namun iklan selalu ditayangkan berulang-ulang sehingga apapun pesan iklan akan dianggap benar oleh masyarakat, tanpa mengecek lebih lanjut akan kebenarannya.

Pada periode September-November 2019, YAICI bersama Majelis Kesehatan PP Aisyiyah telah melakukan survei konsumsi susu kental manis atau krimer di Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara.
Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap pemberian asupan gizi untuk anak.
“Sebanyak 37 persen responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu, bukan topping, dan 73 persen responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi,” katanya.
Ia menyimpulkan bahwa betapa televisi menjadi konsumsi harian masyarakat yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi.
Iklan sebagai promosi produk yang ditayangkan berulang akhirnya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan.
“Salah satu contohnya adalah susu kental manis, selama ini diiklankan sebagai susu, maka hingga hari ini masih ada masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang,” jelas Arif Hidayat.
Hasil penelitian di 3 provinsi menyebutkan status gizi buruk terjadi pada 14,5 persen balita yang mengkonsumsi susu kental manis lebih dari 1 kali/sehari, gizi kurang 29,1 persen.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan pengaturan tentang iklan susu kental manis semula telah diatur melalui Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018.
Pada dasarnya, pasal-pasal dalam surat edaran tersebut telah mengatur dengan jelas tentang iklan susu kental manis agar tidak lagi mengakibatkan kesalahan persepsi pada masyarakat.
“Kami concern pada point nomor yang berbunyi ‘dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman’, point ini cukup jelas dan tegas menyebutkan bahwa susu kental manis tidak boleh disajikan dalam bentuk minuman,” kata Arif.
Menindaklanjuti temuan tersebut, berbagai upaya dilakukan YAICI dalam rangka pencegahan kesalahan mengubah persepsi salah di kalangan masyarakat tentang susu kental manis. Di antara yang telah dilakukan adalah bermitra dengan banyak pihak, salah satunya adalah PP Aisyiyah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
Di Provinsi Jambi misalnya, gizi buruk masih menjadi ancaman mengingat masih banyaknya warga masyarakat yang berpenghasilan rendah dan belum melakukan pola asuh anak yang baik.
Berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, hingga November 2019 ditemukan 71 kasus gizi buruk dan dua kasus meninggal.
Sebagian besar kasus gizi buruk di daerah itu dialami anak usia bayi lima tahun (balita) dari keluarga kurang mampu. Sementara untuk wilayah dengan temuan gizi buruk tinggi adalah Kabupaten Muarojambi, sebanyak 21 kasus dan Tebo sebanyak 19 kasus. Di antara faktor penyebabnya adalah kekurangan asupan makanan bergizi dan perawatan yang kurang baik.
Kepala Balai Besar POM Provinsi Jambi, Drs. Antoni Asdi. M.Pharm mengatakan langkah penting mengatasi persoalan susu kental manis adalah mengedukasi masyarakat mengenai 1000 HPK.
“1000 HPK bayi harus mendapat ASI, jika ASI tidak keluar maka berikan susu formula sesuai standar,” kata Antoni. Lebih lanjut, ia berharap orang tua tidak lagi memberikan susu kental manis kepada anak dan balita.
Tak hanya edukasi masyarakat, mengedukasi produsen agar ikut serta membangun generasi bangsa yang sehat juga diperlukan. Salah satu yang telah dilakukan BPOM adalah pengawasan terhadap iklan-iklan produk pangan termasuk susu kental manis. “BPOM sudah mengawasi iklan di TV, yang sulit adalah bagaimana kita mengawasi iklan online,” kata Antoni.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa mengatakan kesehatan keluarga harus dimulai dari ibu yang bijak memilih makanan.
Menurut dia, para ibu juga harus teredukasi tentang gizi agar tidak salah dalam memberi asupan gizi, seperti susu kental manis yang seharusnya adalah topping makanan, sehingga jangan sampai diberikan sebagai minuman untuk anak-anak.
Untuk itu Aisyiyah mengimbau agar para ibu sebagai pendidik utama di keluarga harus sehat dan juga cerdas.
“Ibu harus mampu memilah dan memilih dengan baik produk pangan yang banyak diiklankan di media massa. Tugas kita adalah mewujudkan anak-anak Indonesia yang sehat, kuat dan cerdas sehingga bonus demografi di masa mendatang tidak menjadi beban bagi bangsa kita,” katanya.(sn01)