Home Berita Banrehi dan Problematika Cengkeh

Banrehi dan Problematika Cengkeh

Riskal Arief

Pegiat Nusantara Centre

 

Cengkeh, si kecil mungil dengan aroma khasnya, merupakan salah satu rempah-rempah paling dicari di dunia. Asal-usulnya dari Maluku, Indonesia, cengkeh telah menjadi komoditas perdagangan penting selama berabad-abad, menarik para penjelajah dan pedagang dari berbagai penjuru dunia. Keistimewaan cengkeh terletak pada aroma dan rasanya yang unik, perpaduan manis, pedas, dan sedikit pahit yang memberikan sensasi hangat pada masakan.

Cengkeh tidak hanya lezat, tetapi juga kaya akan manfaat kesehatan. Kandungan antioksidannya yang tinggi membantu menangkal radikal bebas, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan menjaga kesehatan pencernaan. Cengkeh banyak digunakan dalam berbagai hidangan, terutama masakan Nusantara. Aromanya yang khas memperkaya rasa kari, sup, dan hidangan daging.

Cengkeh juga digunakan dalam pembuatan kue, roti, dan minuman seperti teh dan kopi. Selain dalam masakan, cengkeh juga digunakan dalam industri obat-obatan dan kosmetik. Minyak cengkeh memiliki sifat antiseptik dan analgesik yang bermanfaat untuk meredakan sakit gigi, batuk, dan mual. Cengkeh juga diolah menjadi minyak esensial untuk digunakan dalam aromaterapi dan produk kecantikan.

 

Indonesia adalah negara penghasil cengkeh terbesar di dunia. Pada tahun 2020, produksi cengkeh kita mencapai 133.604 ton menurut data Food Agriculturan Organization (FAO), seperti dilansir oleh databoks.katadata.co.id. Sangat jauh jumlahnya dibandingkan dengan Madagaskar (23.931 ton – posisi kedua), dan Tanzania (8.602 ton – posisi ketiga). Sayangnya, semakin ke sini volume ekspor cengkeh Indonesia semakin menurun.

 

Menurut data Kementerian Pertanian, nilai ekspor komoditi perkebunan sebesar US$34,61 juta pada tahun 2021 paling besar disumbang oleh komoditi kelapa sawit yaitu sebesar U$30,28 juta atau memberikan kontribusi 74,48% (Gambar 3.7). Penyumbang terbesar kedua adalah komoditi karet yaitu U$4,12 juta atau memberikan kontribusi 10,15% sementara komoditi cengkeh hanya menyumbang U$0,96 juta atau memberikan kontribusi 0,23% terhadap nilai ekspor perkebunan. (https://satudata.pertanian.go.id)

 

“95 persen cengkeh itu diserap oleh industri rokok dan ternyata di masa pandemi permintaan rokok itu menurun dan dari situlah ada double impact yang mengurangi rokoknya, sehingga industri rokok juga mengurangi penggunaannya, sehingga mereka hanya menggunakan persediaan yang mereka miliki,” jelas ahli Bidang Ilmu Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Feryanto, seperti dikutip oleh www.rri.co.id.

 

Turunnya produksi cengkeh tidak saja menurunkan nilai ekspor, tetapi malah membuat kita menjadi pengimpor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari Januari hingga Oktober 2022, Indonesia telah mendatangkan cengkeh dari luar negeri dengan nilai total mencapai US$ 189 juta atau setara Rp 2,9 triliun. Jumlah cengkeh yang diimpor mencapai 21 juta kilogram. Negara-negara yang menjadi pemasok cengkeh bagi Indonesia antara lain Madagaskar, Tanzania, Komoro, dan Singapura. (www.cnbcindonesia.com)

 

Ini jelas merupakan satu ironi. Bagaimana mungkin sebuah negara yang diperebutkan oleh bangsa asing pada masa lalu karena rempahnya, sekarang justru membeli rempah dari negara lain? Fakta ini tidak saja ironis, tetapi juga bencana. Sudah seharusnya Indonesia menjadi pemain utama dalam industri rempah dunia. Kita tidak saja memiliki potensinya, tetapi juga fakta sejarahnya. Jika yang terjadi saat ini tidak demikian, maka harus segera dilakukan perbaikan pada hal-hal yang mendasar.

 

Pada titik inilah Nusantara Centre mengkaji pentingnya kehadiran Badan Nasional Rempah dan Herbal Indonesia (BANREHI). BANREHI akan menjadi motor penggerak sekaligus regulator industri rempah nasional. Di antara tugas pokok BANREHI adalah mengembangkan bisnis dan mempromosikan keunggulan rempah dan herbal Indonesia ke pasar internasional. BANREHI akan bekerja sama dengan seluruh kementerian terkait untuk melaksanakan tugas pokok ini, khususnya kementerian luar negeri dan perdagangan. Keunggulan rempah dan herbal Indonesia harus menjadi buah bibir global, sehingga pasar tidak saja melirik, tetapi juga menyerapnya secara maksimal.

 

BANREHI akan menjadi penghubung internasional antara eksportir Indonesia dan importir di luar negeri. Dengan memanfaatkan jaringan atase-atase perdagangan kita di luar negeri, menurut saya hal ini tidaklah sulit. Yang diperlukan adalah kerjasama yang baik antara para stakeholders (pemerintah-swasta-BANREHI). India, Amerika Serikat, Singapura adalah contoh beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor cengkeh nasional. Dengan adanya BANREHI sebagai penghubung internasional, maka diharapkan negara tujuan ekspor rempah bertambah, seperti negara-negara Eropa, Uni Emirat Arab, Pakistan, China, dll.

 

Dengan dijalankannya dua poin di atas, maka BANREHI sebagai mitra pemerintahan ke depan diharapkan akan memajukan industri rempah dan herbal agar menjadi salah satu sumber devisa negara. Tidak hanya itu, industri rempah dan herbal yang semakin mapan akan membawa dampak positif pada sektor perluasan lapangan kerja, sehingga menekan angka pengangguran besar di Indonesia.(*)

Previous articleBerita Foto: Panglima TNI Dampingi Presiden RI Buka Rakernas APEKSI di Balikpapan
Next articleHabib Umar Alhamid Mengingatkan, Polisi Jangan Terbawa Arus Kekuasaan
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.