(Tanggapan Kaukus Diaspora Terhadap Awarding AMNT)
Oleh : Mada Gandhi
PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) belum lama ini mendapat penghargaan salah satu perusahaan paling terpercaya di dunia diberikan oleh majalah Newsweek. Perusahaan tambang emas dan tembaga yang beroperasi di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) itu, sejauh ini patuh menjalankan kewajiban berdasarkan regulasi.
Di balik sejumlah penghargaan bergensi perusahaan ini, sulit dipungkiri bahwa inilah contoh paling sempurna dari apa yang disebut kebocoran regional (regional leakeges). Di balik cemerlangnya prestasi sebagai sebuah institusi bisnis, fakta lain keberadaannya tidak memberikan dampak positif pada pengembangan ekonomi lokal.
Tingkat kemiskinan di KSB dengan pendudulk 145 ribu jiwa itu di atas 20 ribu jiwa (BPS) pengangguran 3,5 % atau di atas 4 ribu jiwa. Tiga besar tertinggi di NTB. Dunia usaha utamanya Usaha Kecil Menengah (UKM) tidak tumbuh. Petani dan nelayan yang mustinya mendapatkan efek terhadap kebutuhan sandang dan pangan perusahaan dengan karyawan 6000 orang tidak terjadi. Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang menjadi kewajiban perusahaan hingga Agustus 2022 kurang dari 50% yang direalisasikan.
Apa yang terjadi di KSB mempertegas pendapat ekonom Inggris Ricard Auty seperti yang terjadi di Afrika thn 90 an Sebagai “the curse of natural resources” atau lebih popular sebagai teori kutukan tambang. Anomali SDA yang kaya raya tetapi tidak berdampak besar pada masyarakat sekitar, KSB adalah satu contoh nyata.
Ironis, semua kewajiban pajak dan pendapatan bukan pajak patuh dilakukan. Tetapi kewajiban itu tidak memberikan efek langsung terhadap kesejahteraan bagi masyarakat.
Produk Domestik regional Bruto (PDRB) tertinggi kedua setelah pertanian, tetapi local content dalam belanja barang dan jasa sangat minim.
Inilah fakta dan data kebocoran regional secara massif terjadi. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit berkembang secara ekonomi walaupun perusahaan silih berganti menerima sejumlah penghargaan bergengsi.
Fenomena ini dikenal dengan istilah penyakit Belanda (ducth disease), dimana satu sektor yakni pertambangan mendominasi PDRB KSB hingga 80 persen lebih dan melemahkan sektor2 lainnya seperti pertanian dalam arti luas.
Akibat beragam (multiplier effect) terhadap dominasi tambang dan galian tersebut justru tidak linear terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat atau dikenal dengan istilah kutukan sumberdaya alam (resources curse).
Adalah fakta-fakta kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, pendidikan terbelang, kesehatan masayarakat yang buruk dan infrastruktur tidak terelakkan melengkapi penderitaan masyarakat daerah yang kaya dengan sumberdaya tambang.
Peta jalan dan grand desain AMNT untuk menjawab 17 tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan dalam SDGs masih gelap dan tidak transparan. Seperti pepatah mengatakan “ayam mati di lumbung padi”, seolah menegaskan ini kesalahan fatal dari perspektif managerial.
Bukan sumberdaya tambangnya yg terkutuk namun manusia yang belum bisa terbebaskan dari kutukan cara berfikir dan bertindak. (MG)