Oleh: Mada Gandhi
Guna mengurangi ketimpangan pembangunan antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa yang selama ini terjadi, kelompok diskusi Kaukus Diaspora P Sumbawa mendorong diberlakukan dua opsi. Pertama Participating interenst 10% berlaku di SDA mineral seperti pada migas. Kedua DBH berbasis Pulau bukan provinsi seperti yang berlaku saat ini.
Ketimpangan tersebut dianggap faktor yang sangat mempengaruhi desakan dan semangat pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) sejak tahun 2000 oleh komponen masyarakat pulau Sumbawa. Kedua usulan di atas selaras setidaknya untuk sementara dapat menjadi solusi.
Participating interest adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) No 37 Thn 2016. Menawarkan kepemilikan saham maksimal hingga 10% khusus Minyak dan Gas Bumi kepada badan usaha Milik Daerah (BUMD) atau BUMN. Hal serupa mustinya juga berlaku pada usaha pertambangan mineral.
Opsi kedua adalah pemberlakuan Dana Bagi Hasil (DBH) berbasis pulau. Selama ini peraturan yang berlalu berdasarkan UU No. 1/2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 116 ayat 4 terkait sumberdaya mineral bahwa Provinsi mendapat DBH 16 persen, kabupaten penghasil 32 persen, kabupaten berbatasan langsung 12 persen, kab/kota lainnya 12 persen dan kabupeten penghasil 8 persen. Jika usulan Diaspora Pulau Sumbawa diakomodir maka DBH Kabupaten lainnya sebesar 12 persen hanya dibagi utk Kab/Kota di Pulau Sumbawa saja.
Kaukus berpendapat, dengan pembagian DBH berbasis pulau maka daerah penghasil dapat mengakselerasi ketimpangan pembangunan Lombok – Sumbawa yang sangat dirasakan saat ini.
Pertimbangannya provinsi tidak memiliki wilayah teritori, tapi hanya sebagai perpanjangan pemerintah pusat, di mana jatahnya sudah ada dalam sejumlah pajak yang masuk ke kas pemerintah pusat. Hal ini dianggap cukup adil dan akan memberikan efek yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan Daerah.
Di samping DBH pemasukan lain dari sumberdaya mineral adalah keuntungan bersih perusahaan yang diatur dalam pasal 129 UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dimana pemerintah daerah mendapat porsi 6 persen utk pemerintah daerah dengan perincian 1,5 persen utk Provinsi, 2,5 persen kabupaten penghasil dan 2 persen kab/kota lainnya. Jika keuntungan bersih berbasis pulau jatah 2 persen dibagi utk Kab/Kota dalam satu pulau saja.
Hal ini dianggap penting sehubungan dengan mulai eksplorasi titik baru dari PT Amman Mineral Nusa Trenggara (AMNT) di Kabupaten Sumbawa. Bahkan di kabupaten ini sejumlah tambang yang sama dengan ukuran di bawah AMNT sudah melakukan ekspansi.
Berdasarkan UU yang berlaku selama ini, semua kabupaten dan kota yang berada dalam satu provinsi (NTB) kebagian DBH dan DBHB. Dengan berlakunya DBH berbasis pulau maka semua jatah provinsi akan diberikan kepada daerah penghasil.
Ketimpangan pembangunan antara Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok menurut penilaian kelompok diskusi ini adalah seusatu yang tak terbantahkan,. Karena itu sejak 24 tahun lalu perjuangan pembentukan PPS dilakukan, puncaknya 2014 semua persyaratan terpenuhi dan siap diparipurnakan.
Namun Presiden SBY menjelang masa pemerintahannya memberlakukan penghentian sementara (moratarium) pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Di masa Presiden Jokowi belum dibuka kembali kecuali untuk wilayah Papua karena dianggap keputusan strategis Nasional. Provinsi Pulau Sumbawa terbentuk maka 100 persen DBH dan keuntungan bersih perusahaan untuk provinsi dan kab/kota di Pulau Sumbawa.