Kelompok Diskusi Diaspora P Sumbawa, meminta PT AMNT serius patuhi undang-undang (UU) minerba serta regulasi terkait. Sejumlah realisasi Program Pengembangan Masyarakat (PPM) dianggap ngaur dan anggarannya kurang dari 50 % yang dibelanjakan selama 4 tahun, 2017 s/d 2021. Sementara 2022 ke hingga 2024 masih nol besar.
Rencana vs Realisasi PPM PT Amman Mineral Nusa tenggara pic.twitter.com/LQwwjhXGNW
— Sumbawanews (@sumbawanews) March 22, 2024
Berdasarkan Program Pengembangan Masyarakat (PPM) PT AMNT, tercatat sejak 2017 hingga 2021 anggaran PPM sebesar USD 21.216.539 atau dirupiahkan sama dengan Rp 318.418.085.000, (kurs 15 ribu). Hanya pada tahun 2020 realisasi belanjanya terpenuhi. Selebihnya kurang dari 50%. Bahkan ada tahun yang jauh di bawah itu (lihat table)
Seperti diketahui take over dari pemilik lama PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) ke pemilik baru dan namanya menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) terjadi pada 2016. Dari anggaran Rp 318 milyar merupakan budget PPM yang ditetapkan selama 4 tahun. Ada pun tahun 2022 ke atas masih tanda tanya.
Belum lagi jika disisir satu-persatu klaim realisasi PPM yang telah dijalankan justru berpotensi menimbulkan konflik sosial karena dilakukan di daerah lain. Contoh pendidikan vokasi dikerjasamakan dengan SMK Raden Umar Said Kudus dan SMK Wishuda Karya di Kudus. Mengapa tidak membangun sekolah advokasi P Sumbawa (salah satu remendasi Kelompok Diskusi Diaspora).
Dari rilis yang dikeluarkan kelompok ini, menyebut pasal 106 UU No 3/2020 Minerba MEWAJIBKAN mengutamakan tenaga kerja setempat. Diaspora meminta kepada PT AMNT, membangun sekolah Vokasi dan Politeknik untuk mendidik dan mempersiapkan tenaga kerja lokal untuk bekerja di AMNT dan entitas bisnisnya. Mengurangi secara signifikan tenaga kerja dari luar.
Saat ini tenaga kerja lokal hanya dipekerjakan di level rendahan. Untuk itu Diaspora meminta AMNT memberi kepercayaan kepada putra P Sumbawa di level strategis baik di Pusat maupun di site (daerah).
Pada bagian lain rilis meminta AMNT sungguh2 jalankan amanat UU Minerba pasal 107 yang berbunyi saat operasi produksi wajib mengikutsertakan pengusaha lokal. AMNT harus membentuk INKUBASI bisnis untuk pemberdayaan pengusaha lokal dan UMKM.
Keberpihakan pada pengembangan pengusaha lokal dianggap sangat lemah dan diskriminatif. Selama 25 tahun masa operasi Batu Hijau tidak ada pengusaha lokal dan UMKM yang tumbuh atas kehadiran tambang. Minim upaya memfasilitasi dan mendampingi hingga besar. Justru sebaliknya pengadaan barang dan jasa lebih banyak dilakukan bukan oleh pengusaha dan UKM setempat.
Jika dalam UU lama kata HARUS sebagai kewajiban perusahaan di UU baru diganti WAJIB, karena dianggap sangat penting, justru kurang diindahkan oleh manajemen.
Di bagian akhir diminta sungguh2 AMNT mengelola informasi dan komunikasi publik yang lebih baik untuk berbagai issue yang selama kerap menimbulkan salah paham dan gaduh di daerah karena perusahaan kurang mengenal karakter lokal. (Mada Gandhi)