Sumbawa Besar, sumbawanews.com – Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan menjadi Undang-undang dalam rapat paripurna DPR RI yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP, Selasa (06/12). KUHP baru tersebut akan berlaku efektif dan menjadi pedoman hukum pidana materiil tiga tahun yang akan datang, atau tanggal 6 Desember 2025.
Pemuda Muhammadiyah Sumbawa
Ubaydullah, M.Pd., Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Sumbawa mengapresiasi lahirnya undang-undang tersebut. Sebab pemerintah telah mampu keluar dari zona lama, yang diwariskan oleh Belanda.
“Pada prinsipnya, kami mengapresiasi terkait lahirnya undang-undang baru ini. Karena kami berpendapat bahwa pemerintah mampu keluar dari zona lama. Karena selama ini pemerintah menggunakan Undang-Undang hukum pidana zaman belanda, yang diwariskan oleh Belanda. Dan Belanda-pun tidak pakai ini pada prinsipnya,” ucapnya.
Selain itu, undang-undang tersebut merupakan produk anak bangsa, yang harus diapresiasi didukung. “Terkait substansi, UU KUHP yang lama itu lebih kepada westernisasi. Lebih kebarat-baratan dalam setiap elemen-elemen (pasal) yang ditetapkan. Tapi UU KUHP baru mulai menghilang itu (westernisasi). Jadi kita sudah mulai masuk menghargai budaya-budaya ketimuran kita, adat-istiadat kita. Ini bagus. Terlepas nanti orang lain mau datang atau tidak datang. (Tapi) yang terpenting penghargaan kita terhadap jati diri bangsa itu penting,” jelas dia.
Dan terkait konten, substansi, pasal-pasal, yang menjadi perdebatan atau tidak kesetujuan berbagai pihak, dapat menempuh mekanisme yang disediakan oleh hukum. “Misalnya tentang perzinahan, penghinaan presiden dan sebagainya, itu kan bisa dilakukan yudisial review ke MK. oleh karena itu, yang tidak puas silahkan melakukan yudisial review. Untuk melihat sejauh mana legalitas atau keberterimaan terhadap point-point itu ditengah masyarakat. Jangan sampai pasal-pasal tertentu itu merugikan masyarakat, tidak mampu mengakomodir kepengen masyarakat banyak,” katanya.
Kemudian pasal-pasal lain yang dinilainya kontra-produktif, misalnya di pasal penghinaan presiden. di UU KUHP lama, baru kena delik ketika presiden langsung yang melapor. Tapi kalau UU KUHP baru, bisa keluarga, anak, istri yang melapor, bisa mebjadi delik.
“Ini mungkin yang menjadi tanda tanya juga (dan untuk) dikaji ulang. Begitu juga (pasal) perzinahan. (Mohon) bisa dikaji pasal-pasal itu nanti. sekali lagi, undang-undang ini adalah produk anak bangsa. Kita harus berani keluar dari penjajahan, produk penjajahan. Yang notabene itu (UU KUHP Sebelumnya) merupakan produk barat, dan barat sudah tidak menggunakan itu lagi,” jelas dia.
Dekan Hukum UNSA
Dr. Lahmuddin Zuhri, SH. M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas Samawa (UNSA) menyatakan UU KUHP produk sendiri, telah diinisiasi sejak tahun 1958. Dan Pada 1993, rumusan KUHP praktis telah berhasil dirampungkan sampai pada tahun 2022 ini.
“Kita selaku penstudi hukum patut berbangga dengan pemerintahan Presiden Jokowi, karena di era beliau Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan menjadi Undang-undang, kita kitahui keinginan membuat rancangan KUHP Nasional sejak tahun 1958, hal ini terluhat dari upaya melakukan pembaruan KUHP ditandai dengan berdirinya LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional). Selanjutnya juga diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I pada 1963 dengan inisiasi desakan untuk merumuskan KUHP baru,” jelasnya.
Diungkapkan, KUHP 2022 memiliki kekhasan nusantara. Hal ini terlihat dari rumusan norma yang mengaakomoder nilai lokak dalam proses kriminalisasi perbuatan. Spirit ini seirama dengab teori living law yang mengakui hukum yang hidup di tengah masyarakat sebagai acuan untuk mempidanakan seseorang, sekalipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam KUHP.
Disebutkan, Living law dalam KUHP 2022 berlaku selama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat. Pasal 2 Ayat (1) berlaku hanya dalam kondisi tertentu dan tempat hukum tersebut hidup. Artinya Asas legalitas dalam Pasal 1 Ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam KUHP baru”.
Kehebatan dari KUPH baru seirama dengan perkembangan ilmu hukum pidana yang menerapakan “ajaran sifat melawan hukum material dalam fungsi positif”, hal ini guna mengakomoder rasan dan nilai keadilan masyarakat. Artinya, meski perbuatan tidak memenuhi unsur delik secara formal dalam KUHP, tetapi jika perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai rasa keadilan atau norma di masyarakat, maka perbuatan itu dapat dipidana.
Selain itu, terdapat juga yang menarik dalam KUHP 2022, yaitu mamasukan unsur santet sebagai perbuatan pidana. Hal ini diatur dalam BAB V Tindak Pidana Terhapa Ketertiban Umum pada Bagian Kedua terkait Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana, dalam Pasal 252 tentang tawaran untuk menyantet yang penormaannya masuk termasuk dalam delik materiil, artinya seseorang dapat dipidana karena perbuatannya menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang.
Menurutnya, Pemerintah mengakui tindak pidana santet merupakan tindak pidana baru khas Indonesia yang perlu dikriminalisasi karena sifatnya yang sangat kriminogen termasuk perbuatan pidana. Penormaannya Pasal 252 Ayat (1) KUHP baru “setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik pada seseorang dipidana dengan pidana penjara”. (Using)