Oleh : Salamuddin Daeng
_supaya tetap bisa utang uang bank, dan utang dana publik, maka harus menenangkan hati pemilik uang bahwa pemerintah banyak uang, walau faktanya sudah sekarat_
1. Pemerintah melompat dari rencana yang satu ke rencana yang lain. Tidak ada proyeksi keuangan yang baik. Sekarang _sim salabim_ tiba tiba muncul ide menggunakan dana wakaf. Sebelumnya tax amnesty, lompat ke soft bank dan sekatang lompat lagi ke dana wakaf. Lompat kesana kemari seperti ini kalau bukan bingung, memang kantong sedang kempes.
2. Sebelumnya pemerintah akan menggunanakan dana _soft bank_ untuk membangun Ibu Kota baru, dll. Tapi soft bank gagal. Penasehat presiden dan juga pemegang saham soft bank Jek Ma ditangkap di China.
3. Selanjutmya pemerintah berencana menggunakan dana abadi atau SWF. Namun menemukan jalan buntu karena ternyata dana semacam SWF indonesia yang datang dari dana pensiun PNS, jamsostek, dana haji, dana Asabri, dana pensiun BUMN dll ternyata sudah terpakai. Sementara dana SWF luar negeri milik negara lain juga sudah serat, tidak mungkin mau membiayai proyek proyek di Indonesia yang tidak transparan dan tidak properly.
4. Satu satunya andalan menteri keuangan adalah pembiayaan APBN oleh BI. Sebagaimana acuan keuangan negara saat ini adalah UU no 2 tahun 2020 dengan fokus utama adalah memberi peran besar kepada BI untuk membiayai APBN. Namun BI tampak ketakutan karena dipaksa membiayai defisit APBN lebih dari 1000 triliun rupiah setahun. Ini akan mengulang skandal keuangan di BI.
5. BI sendiri menggunakan dana bank untuk membiayai APBN. Bunga obligasi negara dari APBN lebih tinggi dari bungan deposito bank. Inilah yang menjadi alasan bank mengalihakan deposito ke SUN. BI juga menurunkan cadangan minimum bank agar bisa menarik uangnya sebagai pembiayaan APBN.
6. Untuk itulah menteri keuangan selalu meyakinkan publik bahwa penerintah bisa membayar utang kepada publik nasional dan internasional. Maka dikarang-karanglah cerita bahwa ada potensi dana wakaf ratusan triliun. Sri mulyani kali ini menghayalnya ketinggian. Tapi memang maksudnya untuk meyakinkan publik bahwa pemerintahan Jokowi masih punya uang. Sementara kenyataannya sudah kering kerontang.