Oleh: M. Mada Gandhi
Bahwa Provinsi NTB terdiri dari 2 Pulau: P Lombok dan P. Sumbawa. Penduduk NTB 5,6 juta jiwa hanya sekitar 30% berada di P Sumbawa sisanya bermukim di P Lombok. Luas wilayah P Sumbawa 3 x luas P Lombok. Penduduk kecil dengan wilayah yang sangat luas.
Ketimpangan pembangunan infrastruktur P Lombok jauh lebih maju dibandingkan P Sumbawa. Sebagai ibukota Provinsi, P Lombok wajar mememiliki fasilitas publik bertarap Nasional dan Internasional, bandara, Pelabuhan laut, hotel, aksibilitas, dll. Ajian tranfer dana pusat salah satunya sebaran penduduk.
Kenyataan lain tidak bisa dipungkiri bahwa tulang punggung ekonomi NTB ditopang oleh pulau Sumbawa. Ukurannya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Salah satu perangkat data ekonomi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah (provinsi maupun kabupaten/kota).
Bahwa PDRB NTB per 2024 tercatat Rp 182.265,19 Triliun. Dari angka tersebut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Ekonomi NTB ditopang oleh sektor: Pertanian, Pertambangan dan Perdagangan besar dan eceran. Sektor pertanian berdasarkan harga berlaku Pertanian tertinggi 21,45 %. Pertambangan 20,12 % Perdagangan besar dan eceran 14,20 %. Sisanya belasan bidang lain yang angkanya sangat kecil
Ada pun sektor pariwisata (akomodasi dan layanan makan dan minum), seperti yang ingin menjadi andalan di NTB (P Lombok dan P Sumbawa) baru 1,75 %. Jauh sekali
Itulah riil 3 besar yang menjadi andalan NTB bidang pertanian hampir sama kontribusinya antara kedua Pulau. Lahan pertanian P Sumbawa luas tetapi produktivitas di bawah Pulau Lombok. Hal ini berkaitan dengan sistem pengairan.
Seberapa pun besar PDRB yang dihasilkan suatu daerah maka ratio dibagikan berdasarkan kepadatan penduduk. Maka jika penduduk padat maka hitungannya pendapatan perkapita menjadi kecil. Pendapatan perkapita P. Lombok lebih kecil karena populasi penduduk besar.
Pola PDRB ini sebenarnya sudah lama ditentang sejumlah pakar ekonomi dunia, karena dianggap tidak menunjukkan pemerataan. Walaupun PDRB tinggi tidak otomatis terjadi keadilan dan pemerataan. Namun sistem ini masih digunakan oleh BPS sebagai indikator untuk mengukur ekonomi suatu daerah.
Melihat kenyataan tersebut maka PPS menjadi sebuah keniscayaan, jika kita ingin cepat lakukan pengembangan dan kemajuan.
Jika pun PPS benar-benar terwujud maka, ini hanya soal pemisahan urusan adminsitrasi pemerintahan. Tidak merubah hubungan sosial antar pulau. Masyarakat Pulau Lombok dan Sumbawa bebas keluar masuk atau bermukim di kedua pulau. Psikologi sosial tidak akan terganggu, karena tidak perlu paspor untuk keluar masuk daerah.
Hal yang perlu diantisipasi jika PPS ini terjadi sangat mungkin ada eksodus, perpindahan penduduk secara massif ke ibukota provinsi baru. Efek ganda atas ini pasti terjadi terutama harga lahan yang mungkin naik dan sebagainya.
Tetapi yang pati dari sekian banyak sumber daya alam yang ada di P. Sumbawa, akan dikelola secara administrative oleh pemerintah daerah di Pulau Sumbawa sendiri.