Jakarta- sumbawanews.com — Di hadapan Presiden, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal memastikan komitmennya terus meningkatkan produksi pertanian di bumi gora, Senin (7/4).
Orang nomor satu di Bumi Gora ini meminta dukungan dari pemerintah pusat seperti revitalisasi saluran irigasi dan pengadaan alat pertanian.
Melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, Pemerintahan Iqbal-Dinda telah menyiapkan sejumlah langkah menyambut keputusan Menteri Pertanian Nomor 03 Tahun 2024 yang menetapkan Dompu sebagai kawasan tebu nasional.
Salah satu yang diupayakan, menambah area luas tanam perkebunan tebu agar bisa memenuhi kapasitas mesin produksi gula yang dimiliki PT Sukses Mantap Sejahtera (SMS) yang ada di Pekat, Dompu.
“Selama ini kan karena produksi tebu kita belum memadai untuk memenuhi kapasitas mesin pabrik sehingga PT SMS mengimpor gula rafinasi,” kata Taufiek Hidayat Kadis Distanbun NTB
Strategi yang disiapkan pemprov dalam rangka mendukung perluasan area perkebunan tebu adalah dengan memfasilitasi kebutuhan para petani dan memberikan bantuan.
Diantaranya berupa benih untuk bisa meningkatkan produktivitas serta sokongan pembiayaan untuk kelompok petani tebu.
“Kami akan komunikasikan dengan pemerintah pusat mengenai hal ini,” tegas Taufiek.
Menurutnya, tantangan yang masih dihadapi di lapangan, pemerintah bersama pihak terkait harus bisa meyakinkan masyarakat jika menanam tebu memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Kendala lainnya, sejauh ini pupuk untuk tebu masih dijual secara komersial.
Belum ada kebijakan dari pemerintah pusat untuk menggelontorkan bantuan pupuk subsidi untuk tebu karena masih fokus di komoditi pangan, seperti padi dan jagung.
Namun Distanbun tidak akan tinggal diam dengan kondisi ini. Mereka akan melakukan pemetaan potensi lokal.
“Kalau memang potensi lokalnya itu memang tebu ya kami akan optimalkan intervensi ke tebu,” ujarnya.
Diketahui, dari hasil penelusuran Lombok Post, kelangkaan pupuk terjadi karena adanya disparitas antara data lahan pertanian yang disampaikan oleh daerah ke pusat dengan realitas lahan pertanian yang ada.
Sehingga terjadi “gap” yang cukup tajam antara kuota pupuk yang ditetapkan dengan tingkat konsumsi pupuk yang ada di lapangan.
Penyebabnya adalah banyaknya lahan pertanian yang belum terdaftar akibat pembukaan lahan secara ilegal.
Sehingga, konsumsi pupuk di lapangan melebihi kuota yang diberikan oleh pusat.
Petani yang kurang cepat akhirnya tidak mendapatkan pupuk subsidi dan terpaksa harus membeli pupuk dengan harga komersial.