Home Berita Nasionalisasi

Nasionalisasi

Yudhie Haryono
Presidium Forum Negarawan

Kesenjangan makin dahsyat. Melebar tak karuan. Terutama kaya-miskin. Gini ratio makin menganga (0.4/2023). Akumulasi kapital di tangan kaum kaya, perampasan materi di tangan kaum miskin. Yang kaya makin super kaya; yang miskin jatuh terjerembab makin super miskin (jumlah kaum miskin 52 juta/2023). Jurang itu kini jelas tidak terbantahkan. Menganga bak terusan Suez dan sepanjang sungai Nil. Mengerikan bukan?

Ya. Kini mengisahkan Indonesia seperti mencandra kisah pilu. Rindu mengekal menyebut namanya berulang-ulang. Napasku berhenti, jiwaku sekarat, nasibku buram. Seperti terbang ke waktu entah berantah. Menyampah. Taburkan sumpah serapah.

Mengetik minyaknya kini tinggal mimpi. Menjilati rempahnya kini tinggal ilusi. Mendapati emas-perak-uranium-nikelnya kini tinggal kenangan. Mendata gula, garam, cengkih, tembakau dan kelapa kini tinggal angka-angka. Mereka hilang bersama pendusta, pengutil dan penggarongnya yang tidak tak bernama: ada tapi tak pernah dihabisi. Bahkan para perampok kini ngopi leyeh-leyeh di istana.

Ini tentu keanehan. Sebab, sebagai negara pancasila, mestinya keadilan dan kesejahteraan plus kesentosaan itu harus dirasakan oleh seluruh Rakyat Indonesia. Sebab sila kedua punya misi khusus mewujudkan masyarakat adil dan beradab dengan keadilan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, sila kelima berkewajiban mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Seluruh, bukan sebagian.

Misi khusus dua sila tersebut (2 dan 5), sesungguhnya hanya negara dan pemerintah yang bisa melaksanakan secara praksis dan optimal. Tidak bisa dilaksanakan oleh warganegara. Dus, keadilan hukum dan keadilan ekonomi harus dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia yang subjek utama pelaksananya adalah negara dan pemerintah. Misi itu difaktualkan oleh konstitusi pasal 33 dan 6 pasal lainnya yang saling terhubungkan.

Karenanya, prioritas perjuangan seluruh warganegara Indonesia hari ini adalah terwujud keadilan hukum dan keadilan ekonomi bagi seluruhnya. Dan, itu harus kita kerjakan dengan program nasionalisasi dan perampasan aset haram yang dikuasai oligarki. Tapi itu masih kisah dan mimpi.

Kisah memang tak selalu kasih. Rakyat miskin menjejernya dan sesal tiada guna. Nusantara, Indonesia dan Atlantis itu nama yang kueja. Kalau kalian siap menang, segera kita rekonstitusi. Isinya soal nasionalisasi dan perampasan aset haram. Segerakan dan mari kita rebut dan bagikan. Seadil-adilnya agar sentausa.

Apa itu nasionalisasi? Itu merupakan sikap dan kesadaran tindakan merebut kembali aset-aset strategis milik negara yang telah menjadi milik penjahat akibat perilaku menyimpang dari oknum lama. Prosesnya adalah transformasi aset privat/swasta/asing menjadi aset publik dan di bawah kepemilikan publik dari pemerintah nasional.

Nasionalisasi aset strategis ini meliputi industri-industri strategis seperti transportasi, komunikasi, energi, perbankan dan sumber daya alam. Industri-industri yang dinasionalisasi, berkewajiban untuk beroperasi demi kepentingan publik (warga negara). Karena dimiliki negara, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menanggung segalanya. Keuntungannya harus digunakan untuk membiayai program-program sosial dan riset pemerintah guna membantu menurunkan beban pajak.

Nasionalisasi digunakan untuk melindungi dan mengembangkan industri-industri yang dianggap memiliki nilai vital terhadap kekuatan kompetitif negara (seperti industri pesawat terbang, galangan kapal, farmasi, alutista dan pendidikan).

Apa itu perampasan aset (haram)? Itu adalah proses, cara, perbuatan merampas, perebutan, sekaligus penyitaan atas harta kejahatan para penjahat yang bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara akibat tindak kejahatan tanpa terlebih dahulu menjatuhkan pidana pada pelakunya. Tentu saja, tindakan patriotik ini butuh keberanian agensi negara dan para penegak hukum plus ketegasan lembaga-lembaga negara.

Tentu saja, nasionalisasi dan perampasan aset itu bertujuan mewujudkan cita-cita proklamasi, perealisasian pancasila sekaligus mimpi bersama yaitu terbentuknya keadilan dan kesejahteraan bagi semua dan seluruh warganegara. Dengannya tak ada lagi ketimpangan, tak ada lagi kaum miskin, pengangguran dan kepariaan. Dengannya keadilan, kesentosaan dan kemartabatan tercapai serta menjadi tonggak Indonesia yang jaya dan raya. Semoga.(*)

Previous articleBupati Sumbawa Hadiri Evaluasi FKKG
Next articleDiplomasi militer Panglima TNI ke Thailand Usung Tema Stabilitas dan Kesejahteraan Kawasan
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.