Home Berita Modifikasi Lambang Garuda oleh Capres, Apa Boleh? Ini Ketentuannya

Modifikasi Lambang Garuda oleh Capres, Apa Boleh? Ini Ketentuannya

Gambar Burung Garuda dalam ucapan Harla Pancasila dari Anies baswedan

Jakarta, Sumbawanews.com.- Ucapan selamat Hari Lahir Pancasila 2023 oleh bakal Calon Presiden RI 2024 Anies Baswedan berupa gambar Burung Garuda yang diisi dengan motif batik Nusantara, menuai serangan balik dari BuzzeRp pendukung Ganjar Pranowo. Padahal beberapa tahun kebelakang modifikasi gambar burung Garuda ini telah dilakukan oleh Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Baca juga: Viral! Modifikasi Burung Garuda Oleh Tiga Capres, Warganet: Ganjar Paling Buruk

Prabowo saat menjadi Capres berpasangan dengan Sandiaga Uno tahun 2019 mengubah warna burung Garuda menjadi warna merah sedangkan Ganjar Pranowo pada saat memberikan ucapan Hari Lahir Pancasila tahhun 2020 mengubah burung Garuda dengan memasukan foto-foto dirinya berwarna hitam putih bahkan dalam keadaan bercelana pendek.

Baca juga: Serang Anies Melalui Simbol Garuda Ucapan Hari Lahir Pancasila, BuzzeRp Bungkam Terkait Modifikasi Garuda dari Ganjar –  Prabowo

Keputusan MK ini, masyarakat bebas menggunakan lambang negara Garuda Pancasila dalam berbagai kegiatan selama untuk menunjukkan ekspresi kecintaannya terhadap negara.

Ketentuan ini tercantum dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 57 huruf d Undang-undang (UU) Nomor Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, dan Lambang Negara serta Lagu kebangsaan.

Baca juga: Petugas Partai Gagal Atasi Persoalan Bangsa, Muslim Arbi: Megawati Harusnya Tunjuk Kader Ideologis

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan di Jakarta, Selasa (15/1/2013).

MK menyatakan bahwa Pasal 57 huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

Baca juga: Ganjar Bicara Investasi di Forum MNC, Netizen: Investasi di Jateng Kalah dari Jakarta, Jabar dan Jatim

Pasal 57 huruf d berbunyi: “Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

Pasal 57 huruf d ini juga berhubungan dengan Pasal 69 huruf c berisikan ancaman pidana bagi siapapun yang menggunakan lambang negara untuk keperluan lain.

Baca juga: Sudah Diduga, Bawaslu Sebut Safari Ganjar di Masjid Agung Banten tak Melanggar Aturan

MK juga menyatakan bahwa kedua Pasal tersebut sebagai suatu ketentuan hukum yang berlaku. “Oleh karena itu, maka pertimbangan hukum Mahkamah terhadap Pasal 57 huruf d tersebut berlaku secara mutatis mutandis terhadap Pasal 69 huruf c,” kata Mahfud.

Menurut Mahkamah, pembatasan penggunaan lambang negara oleh masyarakat merupakan suatu bentuk pengekangan. “Ada nilai identitas diri sebagai bangsa Indonesia yang terkandung di dalamnya ketika masyarakat mengunakan lambang negara bentuk berekspresi,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil, saat membacakan pertimbangannya.

Baca juga: Terkait Kebocoran Rahasia Negara, Mahfud Garang kepada Denny Indrayana tapi Melempem Kepada Ketua KPK Firli

Menurut Fadlil, larangan yang diatur dalam pasal 57 huruf d sama sekali tidak tepat karena tidak memuat rumusan yang jelas. Apalagi larangan tersebut diikuti dengan ancaman pidana, yang seharusnya ketentuan mengenai perbuatan yang diancam pidana harus memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas.

Mahkamah berpendapat sudah seharusnya lambang Garuda Pancasila mutlak menjadi milik kebudayaan bersama seluruh masyarakat karena ia adalah seperangkat nilai budaya Indonesia. “Apalagi mengingat Pancasila sebagai sistem nilai yang terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” kata Ahmad Fadlil. (sn02)

Previous articlePetugas Partai Gagal Atasi Persoalan Bangsa, Muslim Arbi: Megawati Harusnya Tunjuk Kader Ideologis
Next articleSBY Turun Gunung Dukung Anies, Muslim Arbi: Jokowi Kewalahan
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.